Sekitar akhir tahun 1944, kedudukan Jepang dalam Perang Pasifik sangat terdesak. Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Jenderal Douglas MacArthur dengan strategi militernya berhasil merebut pulau yanga dikuasai Jepang, dan telah berhasil mendekati negara tersebut.
Dalam kondisi yang sudah terdesak, Jepang mengulangi kembali memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. September 1944, dalam sidang istimewa Parlemen Jepang (Teikoku Gikai) yang ke-85 di Tokyo, Perdana Menteri Kuniaki Koiso mengumumkan sikap pemerintah Jepang: daerah di Hindia Timur (Indonesia) akan diperkenankan merdeka. Untuk membuktikan kesungguhannya, pada 27 April 1945, Jenderal Kumakici Harada sebagai panglima tentara Jepang di Jawa mengumumkan dibentuknya Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan indonesia, disingkat BPUPKI).
Badan ini bertugas menyelidiki berbagai hal terkait aspek politik, ekonomi, pemerintahan, dan hal-hal lain yang diperlukan bagi pembentukan sebuah negara merdeka. Badan ini diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil R.P. Soeroso (saat itu menjabat sebagai residen di Kedu, Jawa Tengah). Anggota BPUPKI berjumlah 60 orang, di antaranya terdapat juga wakil dari golongan masyarakat Tionghoa, Arab, peranakan Belanda, serta 7 orang lainnya sebagai anggota istimewa dari Jepang.
BPUPKI melakukan sidang pertama dari tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945. Hasil utama sidang ini adalah sebuah rumusan yang menjadi dasar negara. Setelah melalui proses panjang dan dengan menimbang berbagai usulan, baik dari Mr. Muh. Yamin, Prof. Dr. Soepomo, dan Ir. Sukarno, pada hari terakhir sidang Ir. Sukarno mengemukakan lima rumusan dasar negara, yaitu:
- Kebangsaan Indonesia
- Interansionalisme atau perikemanusian
- Mufakat atau demokrasi
- Kesejahteraan sosial
- Ketuhanan yang Maha Esa
Terkait konsep dasar negara, Moh. Yamin merumuskan lima sila yang tidak diberi julukan atau nama. Adapun 5 rumusan dasar negara menurut Moh Yamin adalah:
- Peri Kebangsaan;
- Peri Kemanusiaan;
- Peri Ketuhanan;
- Peri Kerakyatan; dan
- Kesejahteraan Rakyat.
Terkait konsep dasar negara, Soepomo merumuskan lima sila yang tidak diberi julukan atau nama. Adapun 5 rumusan dasar negara menurut Soepomo adalah:
- Persatuan;
- Kekeluargaan;
- Keseimbangan Lahir dan Batin;
- Musyawarah; dan
- Keadilan Rakyat.
Menurut saran dari seorang ahli bahasa, rumusan ini kemudian diberi nama Pancasila. Selanjutnya, Sukarno menambahkan Pancasila ini bisa diringkas menjadi Trisila terdiri dari sosial nasionalisme, sosial demokrasi, dan ketuhanan, Masih menurut Sukarno, Trisila dapat diringkas lagi menjadi satu sila atau ekasila, yaitu gotong royong. Ringkasan-ringkasan dari Pancasila ini mempunyai nilai falsafah yang tinggi. Intinya, dasar berdirinya sebuah negara adalah dukungan seluruh rakyat bersama-sama atau dengan bergotong royong.
Meski demikian, sampai sidang berakhir, belum diperoleh kata sepakat untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Oleh karena itu, BPUPKI kemudian membentuk panitia kecil Karena anggotanya hanya sembilan orang, disebut sebagai Panitia Sembilan. Tugasnya adalah menyelesaikan rumusan negara serta tujuan dan asas yang akan digunakan oleh negara Indonesia yang akan lahir.
Pada 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil menyusun dokumen penting yang sampai saat ini masih kita gunakan sebagai rambu-rambu dasar kebijakan pemerintah Indonesia yakni preambul yang berisi asas dan tujuan negara Indonesia merdeka. Rumusan dasar negara yang tercantum di dalamı Piagam Jakarta, yang tersusun dari hasil musyawarah dan mufakat tersebut adalah sebagai berikut.
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Bangsa yang dipimpin oleh kearifan batin Permusyawaratan/perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam preambul dinyatakan:"... kemerdekaan Indonesia suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya..." Selain itu, disepakati bahwa Islam adalah agama negara, dan Presiden Republik Indonesia harus seorang yang beragama Islam. Pada 22 Juni 1945, kesepakatan tersebut ditandatangani, bertepatan dengan hari jadi Kota Jakarta. Oleh karena itu, dokumen tersebut dikenal dengan nama Piagam Jakarta (baca Historia). Selanjutnya, hasil Panitia Sembilan ini disampaikan pada sidang kedua BPUPKI. Dalam sidang kedua ini, selain dasar negara, BPUPKI juga mengagendakan bentuk negara dan batas wilayah negara. Dalam sidang ini, BPUPKI juga membentuk tiga panitia, yang terdiri dari panitia hukum dasar, panitia masalah ekonomi, dan panitia masalah bela negara. Panitia hukum dasar rancangan undang-undang dasar negara. Selanjutnya, pada 14 Juli 1945, selaku ketua panitia hukum dasar, Ir. Sukarno mengajukan rancangan isi dari hukum dasar tersebut , atas tiga bagian yang meliputi:
- Pernyataan Indonesia Merdeka
- Pembukaan undang-undang dasar
- Batang tubuh undang-undang dasar.
Rancangan pernyataan Indonesia merdeka diambil dari tiga kalimat awal aline pertama dari rancangan pembukaan UUD, sedangkan rancangan pembukaan UUD diambil dari piagam Jakarta. Sidang menerima dengan baik usulan panitia hukum dasar ini. Setelah BPUPKI menyelesaikan tugasnya, badan ini dibubarkan pada 7 Agustus 1945 dan digantikan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai.
Anggotanya dipilih langsung oleh Marsekal Terauchi, penguasa tertinggi Jepang untuk wilayah Asia Tenggara. Jumlahnya 21 orang (kemudian ditambah lagi enam orang tanpa sepengetahuan Jepang), di antaranya Ir. Sukarno (ketua), Drs. Moh. Hatta (wakil ketua), Prof. Mr. Dr. Soepomo (anggota), dan KRT Radjiman Wedyodiningrat (anggota). Badan ini kemudian ditetapkan pada 9 Agustus 1945. Marsekal Terauchi kemudian mengundang tiga tokoh pergerakan nasional, yaitu Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman Wedyodingrat untuk datang ke markas pusat Jepang di Asia Tenggara, yaitu di Dalat, Vietnam. Dalam pertemuan itu, penguasa tertinggi Jepang mengatakan akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia pada 24 Agustus 1945, dengan wilayah meliputi seluruh wilayah bekas Hindia-Belanda.
Komentar
Posting Komentar